Friday, April 07, 2006

Riya Menjelma Syirik

Riya Menjelma Syirik
.
Riya adalah sifat tercela, ia sangat membahayakan perjalanan seorang salik (pejalan menuju Allah), karena bisa memberangus nilai ibadahnya. Bahkan riya dikatagorikan syirik khafi (tersembunyi).
.
Hasrat mendapatkan sesuatu dari makhluk, sebagai wujud riya yang dapat mengotori niat ibadah seseorang. Riya juga dapat membuat seseorang jadi munafik bahkan menjadi musyrik. Karena itu berhati-hatilah dengan sifat riya yang sangat membahayakan. “Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekaliE (An Nisaa': 142)
.
Bahaya riya Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang. Sifat riya sangat lembut dan halus, bagaikan gumpalan asap yang memenuhi jiwa dan mengalir kesegenap pembuluh darah, dampaknya dapat menutup pandangan akal dan iman seseorang. Bila sifat itu dibiarkan berkembang mewarnai hidupnya, maka sudah dapat dipastikan, tidak mampu membendung riya menjelma jadi syirik. Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Adz Dzahabi. “Maka takutlah kamu sekalian akan riya, karena sessungguhnya riya itu adalah menyekutukan (syirik) kepada AllahE
.
Sifat riya sangat berbahaya bagi orang yang menjalankan ibadah, karena menelusup ke sela-sela niat. Padahal niat merupakan pangkal dari murni tidaknya suatu ibadah. Bila amal ibadah seseorang tidak mencerminkan kemurnian (keikhlasan), akan sia-sia. Sebab, Allah tidak pernah menyuruh hamba-hamba-Nya untuk berbuat ibadah, kecuali yang dilandasi niatan ikhlas (murni). Sesungguhnya setiap amal ibadah seorang hamba, tidak dilihat dari sisi lahiriahnya, melainkan apa yang terlintas dalam hatinya, yaitu niatan ikhlas. Barangsiapa mencampur adukkan niat ibadah dengan keinginan nafsunya, sekalipun surga yang diinginkannya, niscaya gugurlah segala amal ibadahnya. Pahala dan surga adalah makhluk Allah. Mengapa masih mengharap sesuatu selain Allah. “Maka perumpamaan orang (yang beramal serta riya) itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, Allah menjadikan dia bersih (tidak bertanah) (Al Baqarah : 264 )
.
Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti terpuji dan tersanjung. Begitu pula sebaliknya, setiap perbuatan yang tercela, walau berusaha mencari pujian dan sanjungan, tetap saja tercela. Yang sudah pasti, Allah tidak menerima amal ibadah yang disertai pamrih. Karena Allah Dzat Yang Suci. Seseorang yang mengharap perjumpaan dengan-Nya, hendaklah memakai busana yang suci lahir dan batin.
.
Karena itu, barangsiapa beribadah mencari selain Allah, seperti popularitas, mengharap puji dan sanjung, Allah akan meninggalkan dan tidak peduli pada amal ibadahnya orang-orang yang bersifat riya. Perlu digaris bawahi, Allah tidak mau “dimaduE(didua-kan). Allah adalah Dzat yang Esa. Ia tidak butuh amal ibadah seorang hamba yang menduakan-Nya. Siapa pun mengerjakan ibadah yang disertai riya, berarti telah menyekutukan Allah alias syirik.
.
Riya dalam Shalat Tumbuh riya pada jiwa orang yang shalatnya diawali motivasi mengharap sesuatu dari manusia, Misalnya melakukan shalat, dengan harapan dikenal sebagai orang yang shaleh dan ahli ibadah. Atau mendirikan shalat karena ingin dikenang sebagai orang yang mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub).
.
Seseorang tidak akan mengetahui riya yang tumbuh pada jiwa orang lain, karena sifat riya sangat halus dan lembut. Ia menelusup dalam diri setiap manusia. Tidak ada yang mengetahui riya, kecuali diri orang yang bersifat riya. Sifat riya pada orang yang melakukan shalat dapat muncul dari awal persiapan sampai akhir shalat. Shalatnya menjadi tidak khusyu' dan tidak bernilai, sebab shalatnya tidak dilakukan dengan tulus dan murni karena panggilan Allah.
.
Sungguh sangat tercela, shalat orang yang dilandasi dengan riya. Betapa nista orang yang dapat dikelabui oleh setan, dengan pandangan dan bayangan kemuliaan. Sungguh celaka orang yang mengotori niat shalatnya dan melalaikan seruan Rasulullah saw. ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (An Nisaa': 142). Rasulullah saw. bersabda : “Barangsiapa yang menyempurnakan shalatnya ketika dilihat manusia dan menguranginya diwaktu sendirian. Maka itulah penghinaan terhadap Tuhannya (Allah)E (HR. At Thabrani dan Al Baihaqi)
.
Riya saat zakat Sifat riya juga tumbuh pada jiwa orang yang memiliki harta, sifat tersebut dapat merubah seseorang menjadi kikir. Zakat dan sedekah yang ditunaikan acap kali diwarnai sifat riya. Tidak ada zakat dan sedekah baginya, kecuali hasrat dipuji dan disanjung. Ciri-ciri orang semacam itu, saat memberi selalu disertai kata-kata yang menyakitkan hati si penerima. Cara menghitung zakat harta, zakat infak, zakat fitrah dan zakat lainnya, cenderung menyimpang dari ketetapkan syari'at Islam. Orang yang menafkahkan hartanya karena riya, bukan termasuk golongan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Bahkan mereka termasuk golongan orang yang merugi. Karena mereka telah mengambil setan-setan dari jenis manusia sebagai temannya. Padahal setan adalah seburuk-buruk teman bagi manusia. “Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknyaE (An Nisaa': 38).
.
Riya saat ibadah “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan AllahE Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. (Al Anfaal: 47). Kemurahan Allah tercurah pada setiap orang yang mengamalkan ibadah. Apapun yang diniatkan dalam melaksanakan ibadah, niscaya akan dapat hasilnya sesuai dengan niatannya. Sebagaimana Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang beramal karena ingin didengar (cari popularitas), maka Allah akan mendengarkannya. Dan barangsiapa yang beramal karena ingin dilihat (mencari puji dan penghormatan), maka Allah akan memperlihatkannya.E (HR. Muslim bersumber dari Ibnu ’Abbas. ra.) “Dan sesungguhnya bagi setiap amal manusia akan mendapatkan apa yang diniatkan". (HR. Bukhari bersumber dari Umar bin Khaththab ra.)
.
Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan dengan susah payah. Sifat riya juga dapat tumbuh subur di lingkungan santri, dengan mengajak berangan-angan menjadi ulama besar dan terhormat yang disegani masyarakat. Bukan bercita-cita menjadi hamba Allah yang shaleh, tetapi cenderung menginginkan kemuliaan di dunia dan kemegahan derajat. Begitu pula di kalangan ahli zikir, sifat riya tumbuh dengan lintasan jiwa ingin meraih aura ruhani, sehingga mampu mengelabui di setiap desah zikirnya. Bahkan jiwanya akan membujuk hati untuk mempercepat zikir bahkan menuntut keistimewaan atau “karomahE Bagi ahli zikir, tak ada hijab yang menjelma syirik, kecuali riya'. Karena itu ikhlaskan niat agar benar-benar bersih dari noda syirik. “Aku tidak butuh sekutu dalam segala-galanya. Karena itu barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan, lalu dia menyekutukan-Ku dalam amalnya itu dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan amalnya itu padanya dan pada sekutunya. (Hadis Riwayat Muslim. Dari Abu Hurairah ra).
.
Penawar sifat riya Penawar sifat riya sesungguhnya ada pada diri orang yang bersangkutan. Yaitu dengan menyingkirkan segala keinginan yang bersifat duniawi maupun ruhani, karena semua itu hanyalah hiasan bagi orang yang sedang menuju Allah. ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus" (Al Bayyinah: 5). Maka satu-satunya jalan menuju keselamatan hati adalah mawas diri, dan mengikis habis sifat-sifat tercela terutama riya. Tentu dengan cara senantiasa melatih dan meningkatkan kadar keimanan. ”Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.E(Al Anfaal: 47).
.
Merupakan karakter dasar manusia yang selalu ingin dipuji dan dihormati, sehingga riya berkembang dalam diri. Namun bagi orang yang memiliki kesadaran diri, kesadaran spiritual, dan keimanan yang baik yang menyadari bahwa hanya Allah yang berhak dipuji dan menerima pujian dari setiap makhluk. Hanya Dia-lah Dzat yang patut dipuji. Apabila hasrat ingin dipuji muncul di dalam hati dan sulit dikendalikan maka ingatlah kepada Allah swt. dan tumbuhkan niat ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. Barangsiapa yang hendak meraih kemuliaan dan kebesaran Tuhannya di dunia maupun di akhirat, beramallah dengan amalan-amalan yang baik (shaleh) dengan memurnikan akidahnya dalam beribadah kepadaNya, dan tidak syirik dengan sesuatu apapun. Allah adalah Dzat yang Esa, maka Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang mengesakan niatnya dalam melaksanakan amal ibadah yang diserukan-Nya. Itu sebagai tanda bersih hatinya dari sifat riya. Jika hati tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An Nisaa': 48)
.
Kalam Hikmah :
.
1. Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang.
.
2. Jika hati tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik.
.
3. Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti terpuji dan tersanjung.
.
4. Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan dengan susah payah.
.
.
Dikutip dari Majalah "KASYAF"

1 Comments:

At 8:32 PM, Blogger Lina Husaini said...

menggunakan hasil ketikan yang berwarna justru sangat mengurangi nilai ilmu yang hendak dibagikan karena mengganggu penglihatan.

 

Post a Comment

<< Home