Friday, March 19, 2010

Belajar dari Bangsa Jepang

Budaya Pelayanan Jepang

Penulis: M. Salahuddien - detikinet

Kolom - Ketika saya kuliah S2 Jurusan Manajemen -- dalam pembahasan Etika Bisnis, Manajemen Internasional dan Pemasaran Internasional -- selalu ada bab khusus tentang perusahaan Jepang dan budaya bangsanya yang sangat spesifik.

Bab khusus ini membahas kemampuan penelitian dan pengembangan Jepang yang memang sangat maju dan unggul. Teknologi produksi yang canggih, efisien dan manajemen yang kuat. Namun pada puncaknya pembahasan akan sampai pada masalah pengaruh budaya yang sangat kuat yang melatarbelakangi praktek bisnis di Jepang.

Salah satu budaya di Jepang dan telah kita pelajari sejak SD adalah praktik bisnis "dumping", yaitu menjual barang produk sendiri dengan harga lebih mahal di dalam negeri dibanding harga ketika barang yang sama dijual di luar negeri. Dumping adalah wujud nasionalisme konkret dan sekaligus strategi bisnis memenangkan persaingan di pasar internasional bangsa Jepang.

Terbukti, selama berpuluh tahun, praktek dumping mampu meningkatkan kemakmuran bangsa Jepang, karena warganya sangat mencintai produk dalam negeri.Raksasa elektronik asal Korea yaitu Samsung, mengakui tidak sukses menaklukkan pasar di Jepang walaupun mereka sudah memberikan harga netto. Masalahnya adalah karena pasar di Jepang secara budaya telah terdidik untuk mencintai produk lokal dan memahami bahwa semurah apapun harga produk asing maka sebagian besar uangnya akan mengalir ke luar negeri, memperkaya bangsa lain. Artinya bangsa Jepang rugi. Sebaliknya, semahal apapun harga produk lokal sejenis, namun 100% uangnya akan kembali ke bangsa Jepang sendiri.Semua itu berlaku untuk produk apapun bukan hanya elektronik.

Produk China yang sangat murah dan berusaha masuk ke pasar konsumer kelas bawah pun kesulitan memenangkan pasar di Jepang. Misalnya, walaupun harga produk pakaian di Jepang sangat mahal, tetapi di toko-toko tradisional yang melayani masyarakat bawah sekalipun, produk pakaian China yang sangat murah tetap kurang laku. Selain karena nasionalisme tadi juga karena alasan kualitas. Bangsa Jepang memang sudah terbiasa menggunakan produk berkualitas yang akan mereka gunakan selama bertahun-tahun dengan setia -- loyalitas.Karena loyalitas pasar yang demikian tinggi, maka semua perusahaan di Jepang menjadi punya ikatan dan tanggung jawab moral serta penghormatan yang luar biasa kepada para konsumennya.

Sehingga terbentuklah budaya pelayanan yang tidak tertandingi oleh bangsa lainnya di dunia ini. Bahkan sedemikian tertanamnya budaya ini sehingga menjadikan isu pelayanan sebagai urusan pribadi para eksekutif perusahaan Jepang yang menyangkut harga diri dan integritas.

Tidak jarang top eksekutif perusahaan Jepang mengundurkan diri karena gagal memberikan pelayanan terbaiknya kepada konsumen atau cedera janji dan sejenisnya.Salah satu kasus terbaru adalah permintaan maaf eksekutif tertinggi sekaligus pemilik brand Toyota kepada masyarakat China akibat kegagalan produknya mobil RAV4 yang mengalami gangguan pada pedal gas -- ini juga mengakibatkan kecelakaan tragis beberapa waktu lalu di Jakarta. Tidak cukup hanya menarik produk, sang pemilik sampai memerlukan datang dan memberikan pernyataan terbuka di China, membungkuk berkali-kali di depan media serta tidak berhenti meminta maaf dan menyatakan, "dalam setiap produk Toyota terdapat nama keluarga saya". Artinya walau itu masalah bisnis, namun bagi mereka itu menjadi tanggung jawab moral dan harga diri (integritas) sebagai pribadi mewakili keluarga besar klan Toyota.Kegagalan memberikan pelayanan terbaik adalah cacat, dosa yang tidak tertanggungkan.

Bulan Januari yang lalu, kebetulan saya dan sejumlah rekan kerja mengikuti training di AOTS Tokyo, Jepang, selama dua minggu. Ada satu pengalaman berkesan ketika berbelanja di OIOI yaitu salah satu jaringan department store terbesar di Jepang. Ketika itu rekan kami membeli sejumlah barang, sepasang setelan blazer untuk acara penutupan, koper tambahan karena "pembengkakan" barang bawaan, beberapa CD untuk merekam foto kenangan dan sasaran yang terakhir sepasang sepatu boots. Maklum winter sale hingga 70% membuat rekan kami jadi susah tidur kalau belum belanja. Yang tidak kami sadari adalah, pada saat kami sibuk memilih dan mencoba aneka barang di mal tersebut, ternyata waktu telah menjelang pukul 22.00 waktu setempat. Sementara mal itu seharusnya tutup pukul 20.30. Anehnya, walaupun seluruh lantai dimana kami masih sibuk berbelanja sudah sepi pengunjung, namun ternyata petugas sales di semua counter -- bukan hanya di counter tempat kami belanja -- tetap siap sedia melayani. Tak ada satupun petugas yang menegur kami untuk sekedar mengingatkan bahwa mal telah tutup dan kami bahkan telah melewatkan injury time dan perpanjangan waktu sekaligus. Mereka tetap tersenyum menunggu kami selesai bahkan membawakan barang belanjaan sembari mengantarkan, menunjukkan arah kemana harus keluar karena semua pintu telah ditutup.

Lebih berkesan lagi, justru sepanjang jalan si sales tidak berhenti meminta maaf dan berterima kasih, termasuk kasirnya, sales lain sepanjang koridor yang kita lewati dan bahkan satpamnya.Luar biasa. Belum pernah seumur hidup kami mendapatkan pelayanan semacam itu. Tanpa diminta, karena mengetahui kami adalah orang asing, mereka juga menunjukkan pintu dan arah yang terdekat untuk menuju stasiun Metro Subway dan Bus-Taxi stop -- padahal kami sebenarnya cuma jalan kaki saja. Suatu pertunjukan dedikasi penuh yang kalau dipikirkan barangkali "ulah" kami tersebut bakal menimbulkan kesulitan bagi semua karyawan yang tadi melayani kami. Sales, kasir, satpam, semuanya kebanyakan adalah kaum urban yang tinggal jauh di pinggiran Tokyo. Mereka harus menumpang Metro Subway selama sedikitnya dua jam dalam cuaca dingin menggigit yang malam itu saya cek mencapai minus 4 derajat celcius.Saya jadi membandingkan dengan budaya pelayanan kita. Seandainya kita berbelanja lewat waktu di salah satu mal termewah di Jakarta sekalipun, pasti kita akan berhadapan dengan situasi yang sebaliknya, tidak menyenangkan. Jangankan dilayani, bahkan mungkin kita akan diperingatkan setengah diusir. Sudah pasti kalau belanja lewat waktu, tidak akan ada sales yang mau melayani bahkan saya pernah ditolak kasir saat akan membayar karena mesinnya telah dimatikan sehingga harus berputar jauh ke kasir yang masih on. Lebih parah lagi tidak jarang lampu telah dipadamkan sehingga harus kesulitan dan kebingungan berjalan dalam gelap. Ketika ingin keluar, semua pintu telah ditutup, tidak ada yang mau menunjukkan ke mana jalan yang harus dilalui sehingga akhirnya terpaksa ikut rombongan karyawan yang pulang melewati lorong darurat. Penderitaan belum berakhir, dengan barang bawaan yang cukup banyak terpaksa masih harus berjalan jauh melewati "jalur tikus" lainnya menuju ke tempat parkir. Masih untung kalau lokasi parkirnya juga belum digembok oleh satpam.Ketika kami berkunjung ke sebuah lokasi wisata Kamakura -- dua jam dari Tokyo, beberapa kesan pelayanan juga kami alami. Di sebuah toko kelontong, pemiliknya sepasang suami isteri yang sudah sangat berumur terlihat masih bersemangat dan dengan tekun melayani pengunjung.Tanpa diminta mau menjelaskan berbagai macam benda "aneh" yang dijual di tokonya, seperti jam pasir kayu ukuran mini yang betul-betul berfungsi (durasi 1 menit). Penjelasan dengan bahasa inggris terbata-bata tetap mereka berikan dengan senyuman.Kemudian pada saat makan malam kami memilih sebuah rumah makan sederhana di dekat stasiun. Ternyata seluruh awaknya adalah pemuda-pemuda yang dengan sigap bersemangat dan ramah melayani pengunjung. Jenis makanan yang kami pesan adalah sejenis martabak telor, namun harus dimasak sendiri. Karena kami kebingungan bagaimana cara masaknya, para pemuda yang melayani itu tidak segan membantu kami memberikan contoh bagaimana cara memasaknya bahkan memberikan beberapa trik. Dia bahkan menunggui kami sampai berhasil membuat masakan itu dan mau menyediakan tambahan telur yang kami minta.Ilustrasi di atas adalah contoh nyata bagaimana budaya pelayanan sudah sedemikian dalam dihayati dan diamalkan oleh bangsa Jepang.

Bukan hanya department store besar tetapi juga toko kelontong. Sikap ini ternyata diturunkan dari warga senior hingga ke generasi muda.

Maka ketika minggu lalu Sony AK, sahabat saya, menyampaikan keluhan karena mendapat somasi dari Sony Corp salah satu ikon raksasa elektronik asal Jepang, saya merasa kaget. Bukan karena masalah substansi kasusnya -- karena sebenarnya sengketa domain itu biasa -- namun saya kaget mengingat "ancaman" tindakan hukum bukanlah budaya bisnis Jepang. Bahkan sangat bertentangan dengan etika yang mereka anut. Mereka memilih pendekatan kekeluargaan dan lebih baik memberikan kompensasi daripada cari ribut. Terutama para manajemen senior, umumnya tidak menyukai kontroversi apalagi sampai di ranah publik. Mereka lebih khawatir cedera kehormatan dan mendapat malu daripada kerugian.Karena itu, permasalahan hukum sengketa bisnis sangat jarang terjadi di Jepang. Apalagi kepada pihak konsumen atau individu yang dianggap merugikan. Tindakan hukum jelas bukan pilihan.Dunia bisnis Jepang selalu mengingat pengalaman buruk di masa lalu dan mengambil suatu sikap yang tegas dan antisipatif untuk mencegah hal sama terulang.

Kasus Aji No Moto yang diduga mengandung lemak babi menjadi pelajaran yang sangat berharga. Sony Corp sendiri punya pengalaman buruk ketika produknya sempat diboikot beberapa tahun yang lalu saat menutup pabriknya di Indonesia. Apalagi secara emosional, seringkali pada akhirnya produk Jepang akan dikaitkan dengan praktek imperialisme di masa lalu yaitu ketika Perang Dunia II dan sebelumnya. Perusahaan Jepang sepenuhnya menyadari sentimen psikologis ini di semua negara kawasan Asia Pasifik. Hal ini akan selalu menjadi pertimbangan serius apalagi Indonesia adalah salah satu pasar utama dan terpenting ditengah persaingan dengan China.Secara spesifik, dalam kasus sengketa domain, walaupun Sony Corp dalam beberapa tahun belakangan telah menghadapi 19 kasus hukum sejenis, namun mereka tetap memperhatikan dampak yang diakibatkan oleh kasus Nissan vs Nissan di Amerika. Kemerosotan penjualan produk Nissan di Amerika tidaklah sebanding dengan kepentingan atas domain dan merek tersebut.Fakta bahwa Nissan tidak sepenuhnya diakui sebagai brand Jepang tidaklah serta merta menghilangkan dampak sentimen psikologis beban sejarah masa lalu bangsa Jepang.Artinya dalam kasus Sony vs Sony ini, bisa jadi Sony Corp tidak ingin mengulang blunder yang dilakukan Nissan apalagi secara hukum kemungkinan menang sangat kecil. Potensi risiko yang akan dialami seperti kemungkinan mendapat somasi perlawanan, boikot produk hingga tekanan internal dari pebisnis Jepang lainnya seandainya kasus ini meluas menjadi gerakan anti produk Jepang, akan jauh lebih besar dan tidak sebanding dengan nilai nama domain itu sendiri, apalagi Sony Corp sudah memiliki domain resmi sendiri. Beda situasi dengan Nissan yang belum memiliki domain resmi dan terlanjur digunakan oleh pihak lain.Maka tindakan Sony Corp yang langsung meminta maaf kepada Sony AK dan menghentikan kuasa hukumnya sesungguhnya adalah sikap yang sejati, sesuai dengan budaya bisnis yang dianut oleh bangsa Jepang. Walau seharusnya tindakan itu dapat dilakukan lebih cepat yaitu akhir pekan lalu sebelum kerusakan serius benar-benar terjadi. Saat ini, ketika lebih dari 15 ribu dukungan terhadap Sony AK telah diperoleh di Facebook dan internet, juga diberitakan luas oleh semua media nasional, maka sebenarnya untuk memulihkan kredibilitas Sony Corp sudah sepantasnya apabila disampaikan permintaan maaf yang lebih terbuka kepada publik.Pelajaran terpenting dari kasus ini adalah sudah sepatutnya kita meniru budaya malu serta integritas bangsa Jepang dalam memberikan pelayanan dan penghormatan terhadap pasar. Termasuk penghargaannya terhadap karya bangsa sendiri dan kecintaannya menggunakan produk lokal, betapapun mahalnya. Sebab dengan cara itulah bangsa Jepang mampu untuk bangkit dari keterpurukan masa lalu. Karena loyalitas konsumennya maka semua produsen Jepang bisa melakukan improvement terhadap produknya yang semula berkualitas rendah menjadi terpacu semakin baik hingga tak tertandingi. Karena kepercayaan segenap bangsa.Semoga kasus Sony Corp vs Sony AK ini membuka mata kita semua dan mendorong semangat baru untuk bekerja dengan etika dan dedikasi yang tinggi sebagai penghormatan kepada semua pihak.

Penulis adalah praktisi internet dan multimedia. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan tidak berkaitan dengan jabatannya sebagai Wakil Ketua Tim Pengawas Keamanan Internet ID-SIRTII.

Wednesday, March 10, 2010

MENYIKAPI KEGUNDAHAN HATI

MENYIKAPI KEGUNDAHAN HATI

Dustur Ilahi

Hai jiwa yang muthmainnah (tenang),
kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya
Qs. Al-fajr [ 89 ]:27-28)


Mukaddimah

Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah. Kepada-Nyalah bermuara segala pujian, sebab Dialah yang memang pantas mendapat pujian, karena segala sesuatu di dunia ini adalah milik-Nya. Sholawat dan salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, dialah Nabi akhir zaman yang kehadirannya ketengah-tengah ummat membawa kesejukan dan perginya meninggalkan kesan kebaikan. Bahkan terutusnya beliau mampu merubah keraguan menjadi keyakinan dan kegelisahan menjadi ketenangan, sehingga jelasnya arah kehidupan yang sebelumnya diselimuti awan kejahiliyahan.

Setiap kita selalu memahami bahwa hidup tidak selamanya diselimuti kebahagiaan. Ada saat kebahagian itu begitu indah kita rasakan, tetapi pada saat yang lain kesedihanpun datang menghampiri. Ada saat hati kita di selimuti kesenangan yang dalam, tetapi pada saat lain kesedihanpun datang mengunjungi diri. Itulah dua keadaan hidup yang datang silih berganti.
Sahabat, gelisah terkadang datang menyelimuti hati, betapapun kita berusaha menepisnya. Tetapi semakin kita tepis justru semakin berat kegelisahan. Sesungguhnya tidak ada obat yang paling mujarab ketika penyakit itu datang. Kecuali kita harus terus mencari apa yang menyebabkan kita gelisah. Karena hadirnya setiap perasaan yang gelisah tidaklah mungkin datang dengan sendirinya kecuali ada sesuatu sebab yang mengawalinya. Gelisah adalah satu bentuk dari persoalan bahtin yang pasti akan datang. Dan tidak bisa tidak, siapapun pasti merasakannya.
Kenapa kita gelisah, dan bagaimana meredam gelisah hati, ikuti terus goresan pena sederhana ini. Mudah-mudahan dapat menemukan jawab dari pertanyaan bathin. Insya Allah.


Pertama:

Kenapa kita Gelisah ?

Saudara yang muliakan Allah

Gelisah kerap hadir melanda hati, dan bila perasaaan ini datang hari-hari dicekam perasaan sepi, kekhawatiran terus datang menemani kesunyian diri, dan terkadang hidup merasa tidak berarti. Bila gelisah bertambah resah, terasa hidup semakin susah, beraktivitaspun selalu serba salah, terkadang bingung kemana harus melangkah.
Itulah kenyataan hidup yang sering kita temui pada sebagian orang, atau mungkin kita sendirilah orangnya. Sering kali jika kegelisahan datang, ia harus dibayar dengan harga yang mahal, karena ia sangat menyita banyak waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Hasilnya; wajah terlihat menjadi kusut dan hidup menjadi semraut.
Memang sulit di mengerti, kenapa gelisah terkadang datang menyelimuti hati. Betapapun kita berusaha menepisnya, tetapi semakin kita tepis justru semakin berat kegelisahan.
Tidak ada obat yang paling mujarab ketika penyakit itu datang. Kecuali kita harus terus mencari apa yang menyebabkan kita gelisah. Karena hadirnya setiap perasaan tidaklah mungkin datang dengan sendirinya kecuali ada sesuatu sebab yang mengawalinya.
Beberapa psikolog mengatakan: gelisah dan cemas adalah wajar dan di miliki setiap orang. Bukankah setiap hari kita selalu dihadapkan pada masalah-masalah hidup?. Memang, hidup tak bisa lari dari permasalahan. Karena semakin lari dari masalah, hidup semakin bermasalah.
Cara terbaik menyelesaikan masalah adalah dengan jalan mencari tahu akar masalah. Sehingga kegelisahan tidak mendatangkan banyak masalah.

Kedua:
Penyebab Kegelisahan

Banyak faktor yang menyebabkan hadirnya kegelisahan. Ada gelisah karena hadirnya kesadaran yang dalam tentang prilaku diri, sadar banyak melakukan kesalahan. Dan kegelisahan seperti ini menandai sedang menguatnya keimanan. Hasilnya, perasaan khawatir datang saat ia merasakan begitu banyak melalaikan kewajiban. Dan kekhawatiran ini adalah kekhawatiran yang positif.
Ada juga gelisah karena faktor kekhawatiran yang berlebihan tentang kehidupan, yang di tandai dengan adanya ketakutan dalam beberapa hal. Seperti takut miskin, takut kehilangan harta, takut di tinggal oleh orang yang di cinta, takut kerjanya di PHK, takut tidak dapat jodoh atau takut tiba-tiba kematian datang menjemputnya.
Gelisah yang kedua ini biasanya disebabkan karena keyakinan yang lemah tentang kebenaran yang datang dari Allah. Dan ini menandakan sedang melemahnya keimanan. Dan yang ketiga ada gelisah karena di kejar rasa bersalah, entah salah kepada diri sendiri, kepada orang lain, lebih-lebih kepada Allah. Hal ini disebabkan karena kita pernah melakukan dosa dan kemaksiatan atau prilaku yang kurang pantas, sehingga menyebabkan jiwa tidak tentram, hidup tidak nyaman karena di kejar rasa bersalah yang terus menghantui.

a. Gelisah Karena Menguatnya Keimanan

Kegelisahan yang seperti ini bisa disebut kegelisahan yang positif, karena itu didorong oleh keinginan untuk selalu menyempurnakan kebaikan. Beberapa hal yang menandakan gelisah karena menguatnya keimanan, yaitu: hadirnya rasa takut kepada Allah. Kegelisahan jenis ini hadir karena kita menyadari begitu sering melakukan kesalahan.
Kesalahan itulah yang meyebabkan hati kita bertambah resah. Perasaan takut (khauf) dan harap (Raja’) bercampur menjadi satu. Takut jika kesalahan (dosa) tidak terampuni dan harap agar dosa dan kesalahannya dapat terampuni.
Bagi pribadi muslim perasaan khauf (takut) adalah ungkapan derita hati dan kegundahan terhadap apa yang dihadapinya. Dan khauf (takut) inilah yang mencegah diri dari perbuatan maksiat dan mengikatnya dengan bentuk-bentuk ketaatan.
Semakin ia mengetahui aib dirinya dan mengetahui keagungan Allah, kemahamulyaan-Nya dan hadirnya kesadaran bahwa setiap perbuatannya kelak akan dipertanggungjawabkan, maka kegelisahannya akan semakin kuat, rasa takutnya akan semakin meningkat.
Buah dari perasaan khauf ini adalah, ia akan mampu menguasai segala kegundahan dan tahu bahayanya. Hasilnya; Tiada lagi kesibukannya selain usaha untuk mendekatkan diri, muhasabah, mujahadah. Bahkan ia selalu waspada terhadap segala pikiran, langkah dan kalimat yang keluar dari dirinya.
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut kepada Rabb mereka. Dan orang-orang beriman kepada Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak menyekutukan Rabb mereka (dengan sesuatupun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itulah orang-orang yang bersegara berbuat kebaikan, dan merekalah orang-orang yang pertama-tama memperolehnya.”
Yahya bin Muazd berkata: “jika seorang mukmin melakukan kemaksiatan, ia pasti menindaklanjutinya dengan salah satu dari dua hal yang akan menghantarkannya kesurga; takut akan siksa dan harapan akan ampunan”.

b. Gelisah Karena Lemahnya Iman

Untuk kegelisahan jenis ini, ada dua motif yang menghadirkannya. Pertama, motif yang keluar dari dorongan syahwat seksual, kedua motif karena dorongan cinta yang berlebihan pada harta, atau yang selalu terkait dengan keduniaan.
Kegelisahan yang disebabkan dua hal ini cenderung menguat, dan ketika tidak mampu meraih apa yang di inginkan nafsunya, gelisah akan semakin bertambah resah. Kegelisahan yang seperti ini menandai lemahnya daya tahan keimanan,
Dalam pandangan psikologi, dua hal yang melatar belakangi hadirnya kegelisahan adalah karena lemahnya rasa percaya diri. Tetapi jika rasa percaya diri kita kuat tidak akan menimbulkan kegelisahan. Selain itu, kegelisahan hadir karena angan-angan yang tidak realistis, atau terlalu berlebihan mengharapkan sesuatu tetapi tidak di imbangi dengan kemampuan. Tetapi yang lebih pasti adalah kegelisahan hadir karena keyakinannya akan taqdir tidak sempurna.


*****
Kegelisahan yang hadir karena menyadari
betapa banyak dosa dan kesalahan,
adalah wujud dari kesadaran iman.
Sebab orang orang-orang yang beriman
akan senantiasa resah jika ketaatannya berkurang.
*****

Ketiga:
Kegelisahan orang beriman

Seperti telah diungkapkan diatas, bahwa kegelisahan orang-orang beriman hadir manakala dia merasa begitu banyak dosa dan kesalahan atau merasa bahwa ibadahnya belum sempurna.
Dan kesadaran itu membuat ia terus berusaha untuk menyempurnakannya. Sebab baginya hidup adalah untuk mempersembahkan yang terbaik untuk kehidupan yang kekal (akhirat). Dunia bukanlah tujuannya, tetapi hanya perantara untuk menggapai keridhoan. Mereka selalu menyadari bahwa kehidupan dunia hanyalah persinggahan sebentar dalam perjalanan panjang menuju keabadian.
Kebahagiaan bagi orang-orang yang beriman adalah ketika dapat melakukan ketaatan, dan kegelisahan mereka adalah ketika semakin berkurangnya kebaikan. Ketika mereka menghadapi musibah, selalu di sikapi dengan tabah. Ketika kesulitan datang menghampiri, ia tidak berkecil hati.

Dan hadirnya sikap seperti itu tidak lain karena ia mampu menjadikan Allah sebagai sumber kekuatan. Sebab dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya inspirasi dalam kehidupan, akan menghadirkan sikap optimisme dan kebesaran jiwa yang mantap.
Imam Syafi’I rahimahullah bertutur: :Gelisah, berkeluh kesah, tidak sabar adalah tanda jiwa yang fakir. Kemiskinan lebih baik dari kekayaan yang berlaku aniaya pada si fakir. Sungguh jiwa yang selalu puas, itulah jiwa yang kaya, walaupun melelahkan, karena segala yang ada di alam raya ini tak pernah memberikan kepuasan”
Itulah kekuatan iman, yang selalu menyadari bahwa jika Allah menghendaki segala sesuatu, maka tidak ada kemampuan bagi kita untuk mengelaknya. Dengan kesadaran dan keyakinan ini, seorang mukmin akan terbebas dari ketakutan, kelemahan dan keresahan disamping terhiasi dirinya dengan kesabaran, kekuatan dan keberanian.
“Katakanlah: “sekali-kali tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk kami.ialah pelindung kami, dan hanya Allah-lah orang-orang beriman harus bertawakkal”.
(Qs. At-Taubah [9]:51).

Saudaraku yang budiman
Bila kita serahkan hidup ini dengan berbagai persoalannya kepada Allah yang didasarkan atas keyakinan yang mutlak kepada-Nya., akan membuat hati dan jiwa tegar dan teguh dalam menghadapi berbagai problem dan tantangan kehidupan. Karena itu, mengimani Allah dengan berbagai atribut-Nya, baik sifat maupun perbuatan-Nya, adalah suatu keharusan mutlak. Sebab itulah kunci membuka tirai kebahagiaan.
Allah, tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya, tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan dibelakang mereka, mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki -Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Qs. Al-Baqarah [2]:255)
****

Tiada rumah sakit yang teduh untuk bernaung kecuali berlindung di bawah kekuasan-Nya.Karena hanya Dialah tempat kita berlindung
dari semua keadaan diri kita.
Kebahagiaan bagi orang-orang yang beriman adalah;ketika dapat melakukan ketaatan, dan kegelisahan mereka adalah; ketika semakin berkurangnya kebaikan.
*****

Keempat
Meredam Gelisah Hati


Saudara yang budiman
Sahabat, Sejak dulu hingga hari ini, berbagai pergulatan dan hidup terus kita lakukan demi sebuah kebahagiaan, bila perlu nyawapun kita pertaruhan. padahal, sejauh apapun kita melangkah untuk mengejar kebahagiaan tak akan pernah kita dapatkan, kalau tolak ukurnya adalah keduniaan. Sebab sifat dunia tak pernah memberi kepuasaan.
Dan ketidak puasan itulah faktor utama penyebab ketidak bahagiaan, dan akhirnya perasaan gelisah selalu datang. Selain ketidakpuasan menerima kenyataan, ketidaksabaran juga merupakan pintu masuk kegelisahan. Sebab orang yang tidak sabar menantikan sesuatu hidupnya selalu gelisah.
Akhirnya, hanya satu kiat yang dapat meredam gelisah hati dan mendatangkan kebahagiaan yang hakiki, yaitu hadirkan sifat qona’ah (menerima) apa yang telah Allah berikan. Sebab orang yang qona’ah terhadap apapun yang diberikan jiwanya akan tenang. Hatinya tidak menuntut mencapai sesuatu yang tidak ditakdirkan baginya dan tidak melirik kepada orang yang berada diatasnya. Tentu saja sifat ini tidaklah hadir dengan sendirinya tanpa faktor utama yang mendorongnya. Dan faktor itu adalah keimanan yang benar dan amal sholeh yang ikhlas.
Ketenangan bathin (muthmainnah qalbu) selalu menghiasi orang-orang yang selalu qonaah. Ekspresi dan perbuatan lahirnya senantiasa terkendali. Maka yang nampak dari luar adalah pribadi yang benar-benar tenang, mantap dan penuh wibawa. Rasulullah menasehati kita agar dalam menjalani hidup jangan tergesa-gesa, sebab sikap itulah yang menyebabkan kegelisahan selalu datang. Beliau bersabda: “Wahai manusia, bersikap tenanglah kalian, karena kebaikan itu tak pernah ada dalam ketergesa-gesaan1” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Orang yang qonaah selain memiliki ketenangan juga memilki pendirian yang kuat, ia sadar akan segala kelemahan yang ada padanya dan beersandar hanya kepada Allah semata.

Kelima ;
Kunci Agar Tidak Gelisah

Selanjutnya, apa yang menyebabkan orang-orang beriman tetap bertahan dalam gelombang cobaan dan ujian, sehingga ia tidak gelisah, khawatir bahkan tidak di hantui rasa takut yang berkepanjangan. Beberap faktor yang tetap memperkuatnya adalah:

a. Mempercayakan urusan hanya kepada Allah

Perjalanan dan prilaku kita dalam hidup keseharian merupakan cerminan dari akidah yang ada dalam hati kita. apabila aqidah yang tersimpan dalam hati kita baik, maka jalan yang di tempuhpun akan baik lagi lurus. Tetapi bila aqidah telah rusak, jalanpun menjadi bengkok. Hidup akan semakin gelisah, di liputi kebimbangan, sempit dan penuh kejenuhan. Tetapi tidak akan terputus karunia jika kita memohon kepada Tuhan, dan akan muncul persoalan yang menyusahkan jika kamu meminta kepada dirimu sendiri”.
Itulah ungkapan ahli hikmah yang sarat makna. Betul, bahwa mempercayakan segala sesuatu hanya kepada Allah adalah sikap bijak seorang hamba. Allah, Dialah yang maha tahu segala apapun yang kita inginkan, sebab karena Dialah yang menciptakan kita. Percaya sepenuhnya tanpa keraguan sedikitpun adalah unsur positif yang akan melahirkan tindakan yang positif. Karena sifat ragu terhadap kebenaran adalah cerminan dari seorang yang lemah, hilang harapan dan rapuhnya keyakinan.

b. Ikhlas berbuat hanya karena Allah

Ikhlas artinya memurnikan tujuan bertaqarrub hanya kepada Allah semata. Dan sikap ini hanya akan datang dari seseorang yang mencintai Allah dan menggantungkan seluruh harapannya kepada Allah. Ketika ikhlas telah menyelimuti diri kita maka akan lahir sifat rela terhadap semua yang Allah berikan, hatta itu adalah sesuatu yang tidak menyenangkan.
Biasanya kegelisahan yang datang kepada kita, karena kecenderungan kita kepada hal-hal yang bersifat duniawi. Maka resep untuk menghadirkan ikhlas adalah dengan memupus kesenangan-kesenangan hawa nafsu, ketamakan terhadap dunia dan mengusahakan hati agar selalu terfokus kepada kepentingan akhirat.
Dr. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan: bahwa ikhlas mampu melahirkan ketenangan jiwa dan ketentraman hati. Dan ikhlas juga mampu membebaskan manusia dari segala bentuk ketidakstabilan dan kegoncangan jiwa karena orientasi dan keinginan manusia yang berbeda-beda.
Berhias diri dengan sifat ikhlas dan jujur akan mengantarkan setiap individu mencapai keselamatan dan keberhasilan. Keikhlasan merupakan senjata penyelamat yang paling ampuh bagi seseorang dalam menghadapi setiap cobaan, sehingga tidak timbul kegelisahan yang membebani. Orang yang ikhlas karena Allah, selalu memahami bahwa hidup dan kehidupan tidaklah ada tanpa Allah yang menghidupkan. Maka ketenangan selalu menghiasi hidupnya.

c. Tidak menyandarkan diri kepada kekuatan manusia

Kenapa manusia yang miskin meminta kepada sesama manusia yang juga miskin serupa dirinya?. Mengapa manusia yang lemah meminta pertolongan kepada sesamanya yang juga lemah?. Apa alasan kita mengharap dari seseorang , sementara ia sendiri tidak bisa menepis lalat yang menerjangnya?. Bakteri yang lebih kecil dari lalat, mampu merenggut kesehatan orang-orang yang “gagah” dan iapun kelabakan mengembalikan kesehatannya akibat serangan bakteri-bakteri itu.
“Wahai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walau mereka bersatu untuk menciptakannya, dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang meyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.”. (Qs. al-Hajj [22]:73)
Betapa banyak diantara kita yang dihempaskan dan dihinakan oleh ketamakan dan harapan-harapannya kepada makhluk sesamanya. Tidak sedikit hak-hak yang terbengkalai, kemaslahatan yang terabaikan, dan keadaan-keadaan menjadi tidak lurus karena ketamakan jiwa. Sehingga kegelisahanpun tidak bisa di redam.
Kemudian, solusi terbaik agar jiwa tidak cepat rapuh dan gelisah adalah; sandarkan hidup kita kepada Dia yang maha hidup. Lalu cukupkan diri dengan selalu mengharap karunia-Nya. Jangan berharap berlebihan kepada manusia, melebihi harapan kita kepada Allah. Sebab terkadang hanya kekecewaan yang kita dapatkan. Tetapi ketika setiap harap hanya tertuju kepada Allah, akan kita dapatkan Dialah sebaik-sebaik pemberi.

d. Selalu mengakui kekurangan diri

Bagi orang yang lemah percaya dirinya, tetapi besar gengsinya. Ia akan berusaha menutupi kekurangan yang ada pada dirinya. Rasa takut dan malu jika kekurangannya diketahui orang akan menambah kegelisahannya semakin dalam. Dan sering kali ketidak percayaan diri ini bukan saja mendatangkan gelisah, tetapi juga stress. Semuanya ini akibat ketidak mampuan menerima kenyataan hidup.
Allah, Dialah yang menciptakan kita dari tidak ada menjadi ada. Kesempurnaan hanya milik Allah. Menyadari bahwa kita hanya sebagai hamba, mengharuskan kita untuk menerima segala takdir yang telah ditetapkan-Nya. Oleh karenanya, seorang muslim sangat menyadari tentang segala kekurangan yang dimilikinya.

e. Selalu Berhati-hati terhadap nafsu

Rasulullah Muhammad Saw memasukan hawa nafsu kedalam hal yang dapat membinasakan, beliau bersabda: “Ada tiga hal yang dapat membinasakan; kekikiran di yang patuhi, hawa nafsu yang ikuti dan kesombongan seseorang terhadap dirinya sendiri”.
Muhammad bin Abdul Qawi Al-Mardawi dalam Mandhumatul Adab mengatakan; “Kala hawa nafshu itu di tekan, akan lahir kemuliaan; dan saat keinginannya di penuhi disitulah ada kehinaan yang abadi”.
Pernah disebutkan; Hawa nafsu itu pembohong yang tidak bisa di percaya, melepasnya akan mendorong untuk mencari kenikmatan berikutnya tanpa memikirkan dampak negatifnya. Ia pun memotivasi untuk mendapatkan syahwat yang lebih cepat. Maka berhati-hati terhadap dorongan nafsu, karena tidak ada seorangpun yang dapat masuk dan sampai kepada Allah kecuali jika sudah memenangkan pertarungan atasnya. Nafsu itu selalu menyeru kepada sikap durhaka dan mendahulukan kehidupan dunia. Sedangkan Allah menyeru hamba-Nya agar takut kepada-Nya dan menahan diri dari hawa nafsunya.
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang beri rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyayang”.
(Qs. Yusuf [12]:53).

f. Selalu berbaik sangka kepada Allah

Salah satu sifat yang selalu mendatangkan ketenangan adalah berbaik sangka kepada Allah. Sifat ini akan membentengi kita dari rasa takut dari apapun yang terjadi. Terutama terkait dengan hal-hal yang terasa memberatkan diri, seperti saat menyikapi setiap kegagalan misalnya.
Orang yang selalu berprasangka baik kepada Allah tidak langsung memponis keburukan ketika ia datang kepadanya. Tetapai selalu meyakini bahwa ada hikmah dibalik semuanya, karena tidaklah Allah ketika memberikan ujian, kecuali Allah mengetahui bahwa kita mampu untuk menyelesaikannya.
“…Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal sesuatu itu amat baik bagi kalian, dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui (segala akibatnya secara pasti)”. (Qs. Al-Baqarah [2]:216)
Ketahuilah, segala sesuatu yang kita lakukan adalah reaksi langsung dari apa yang ada dalam pikiran kita. jika pikiran kita selalu diselimuti baik sangka terhadap sesuatu, niscaya kehidupan kita pun anak selalu nampak baik.
Ibnu Taimiyah – seorang mujtahid besar- ketika dalam tekanan yang menyakitkan, beliau berkata:
“Apa yang di lakukan musuh-musuhku?, tamanku dan surgaku berada dalam dadaku. Membunuhku sama dengan mati syahid, mengasingkanku sama halnya dengan bertamasya, memenjarakanku sama halnya dengan berkhalwat (menyendiri dari keramaian).
Itulah sikap dari seorang alim yang dalam keadaan apapun selalu berbaik sangka. Sehingga hidupnya selalu diselimuti kebahagiaan, dan tidak ada kegelisahan.

******
“Kala hawa nafshu itu di tekan, akan lahir kemuliaan;
dan saat keinginannya di penuhi disitulah ada kehinaan
yang abadi”.
*****

Ketujuh
Sejumput Renungan
Iman, kunci ketenangan

Orang yang beriman diibaratkan sebuah gunung yang tegar. Sekalipun dunia disekeliling gocang, angin topan menerjang, petir bergemuruh, sungai meluap banjir, dan gelombang lauatan menggunung, tetepi ia tetap tegar tidak bergeming, kokoh tidak tergoyahkan. Ia menancapkan kakinya dihamparan pintu kekuasaan Allah, meletakkan tangannya dalam naungan kasih sayang Allah, serta mempertautkan kehidupannya dengan Allah.
Dan selogan yang selalu di pegang oleh orang beriman adalah apa yang telah di firmankan Allah kepada Rasul-Nya:
“Katakanlah: “sekali-kali tiak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allaha orang-orang yang beriman harus bertawakkal”. (Qs. At-Taubah [ 9 ]:51).
Orang yang tidak mempunyai keimanan yang benar akan selalu menderita kehampaan rohani dan selalu merasakan kesempitan diri. Tetapi orang yang beriman dengan benar hidupnya selalu diselimuti rasa aman dan kedamaian pikiran.
Apabila hati di penuhi oleh iman, maka seluruh indra, perasaan dan anggota tubuh tergerak untuk melakukan kebaikan dan amal sholeh. Dan setiap iman bertambah dalam hati, maka kekuatan kebaikanpun akan bertambah, lalu hati seorang mukminpun akan terasa lapang. Kelapangan dada adalah buah sifat qona’ah. Lebih dari iti, iman merupakan kekuatan yang mampu menanamkan ketenangan dalam jiwa , rasa aman dan damai dalam hati.
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanana mereka ( yang telah ada”.
Qs. al-fath [48 ]:4).
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan, Iman adalah kekuatan pendorong yang memberikan stimulus kepada manusia untuk memberi dan membangun, mengerjakan kebajikan serta berlomba-lomba menuju kebaikan. Ibnu Khaldun menambahkan; bahwa bahagia dan tidaknya seseorang berangkat dari mampu dan tidaknya seseorang memenuhi kebutuhan keinginannya ( dalam bentuk positif).
Dan orang bahagia adalah mereka yang bisa menerima (qonaah) kenyataan hidupnya, bisa menerima segala yang ada pada dirinya. Akan tetapi percaya bahwa di balik kepahitan pasti ada kesejahteraan yang lebih lama. Seperti orang yang minum obat, pahit dikala meminumnya, tetapi setelah di minum hadir kesehatan yang lebih lama dari pahitnya rasa. Hidup dalam kesadaran akan betapa dekatnya Tuhan terhadap diri kita, bisa menghalau awan kegelisahan dan akan menghadirkan semangat hidup yang menggelora. Kita tidak dapat hidup dalam kesadaran akan dekatnya Allah dan pergi kemana-mana dalam kemurungan dan kegelisahan. Bila kita yakin bahwa Allah selalu bersama kita.