Friday, April 07, 2006

Riya Menjelma Syirik

Riya Menjelma Syirik
.
Riya adalah sifat tercela, ia sangat membahayakan perjalanan seorang salik (pejalan menuju Allah), karena bisa memberangus nilai ibadahnya. Bahkan riya dikatagorikan syirik khafi (tersembunyi).
.
Hasrat mendapatkan sesuatu dari makhluk, sebagai wujud riya yang dapat mengotori niat ibadah seseorang. Riya juga dapat membuat seseorang jadi munafik bahkan menjadi musyrik. Karena itu berhati-hatilah dengan sifat riya yang sangat membahayakan. “Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekaliE (An Nisaa': 142)
.
Bahaya riya Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang. Sifat riya sangat lembut dan halus, bagaikan gumpalan asap yang memenuhi jiwa dan mengalir kesegenap pembuluh darah, dampaknya dapat menutup pandangan akal dan iman seseorang. Bila sifat itu dibiarkan berkembang mewarnai hidupnya, maka sudah dapat dipastikan, tidak mampu membendung riya menjelma jadi syirik. Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Adz Dzahabi. “Maka takutlah kamu sekalian akan riya, karena sessungguhnya riya itu adalah menyekutukan (syirik) kepada AllahE
.
Sifat riya sangat berbahaya bagi orang yang menjalankan ibadah, karena menelusup ke sela-sela niat. Padahal niat merupakan pangkal dari murni tidaknya suatu ibadah. Bila amal ibadah seseorang tidak mencerminkan kemurnian (keikhlasan), akan sia-sia. Sebab, Allah tidak pernah menyuruh hamba-hamba-Nya untuk berbuat ibadah, kecuali yang dilandasi niatan ikhlas (murni). Sesungguhnya setiap amal ibadah seorang hamba, tidak dilihat dari sisi lahiriahnya, melainkan apa yang terlintas dalam hatinya, yaitu niatan ikhlas. Barangsiapa mencampur adukkan niat ibadah dengan keinginan nafsunya, sekalipun surga yang diinginkannya, niscaya gugurlah segala amal ibadahnya. Pahala dan surga adalah makhluk Allah. Mengapa masih mengharap sesuatu selain Allah. “Maka perumpamaan orang (yang beramal serta riya) itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, Allah menjadikan dia bersih (tidak bertanah) (Al Baqarah : 264 )
.
Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti terpuji dan tersanjung. Begitu pula sebaliknya, setiap perbuatan yang tercela, walau berusaha mencari pujian dan sanjungan, tetap saja tercela. Yang sudah pasti, Allah tidak menerima amal ibadah yang disertai pamrih. Karena Allah Dzat Yang Suci. Seseorang yang mengharap perjumpaan dengan-Nya, hendaklah memakai busana yang suci lahir dan batin.
.
Karena itu, barangsiapa beribadah mencari selain Allah, seperti popularitas, mengharap puji dan sanjung, Allah akan meninggalkan dan tidak peduli pada amal ibadahnya orang-orang yang bersifat riya. Perlu digaris bawahi, Allah tidak mau “dimaduE(didua-kan). Allah adalah Dzat yang Esa. Ia tidak butuh amal ibadah seorang hamba yang menduakan-Nya. Siapa pun mengerjakan ibadah yang disertai riya, berarti telah menyekutukan Allah alias syirik.
.
Riya dalam Shalat Tumbuh riya pada jiwa orang yang shalatnya diawali motivasi mengharap sesuatu dari manusia, Misalnya melakukan shalat, dengan harapan dikenal sebagai orang yang shaleh dan ahli ibadah. Atau mendirikan shalat karena ingin dikenang sebagai orang yang mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub).
.
Seseorang tidak akan mengetahui riya yang tumbuh pada jiwa orang lain, karena sifat riya sangat halus dan lembut. Ia menelusup dalam diri setiap manusia. Tidak ada yang mengetahui riya, kecuali diri orang yang bersifat riya. Sifat riya pada orang yang melakukan shalat dapat muncul dari awal persiapan sampai akhir shalat. Shalatnya menjadi tidak khusyu' dan tidak bernilai, sebab shalatnya tidak dilakukan dengan tulus dan murni karena panggilan Allah.
.
Sungguh sangat tercela, shalat orang yang dilandasi dengan riya. Betapa nista orang yang dapat dikelabui oleh setan, dengan pandangan dan bayangan kemuliaan. Sungguh celaka orang yang mengotori niat shalatnya dan melalaikan seruan Rasulullah saw. ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk bershalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (An Nisaa': 142). Rasulullah saw. bersabda : “Barangsiapa yang menyempurnakan shalatnya ketika dilihat manusia dan menguranginya diwaktu sendirian. Maka itulah penghinaan terhadap Tuhannya (Allah)E (HR. At Thabrani dan Al Baihaqi)
.
Riya saat zakat Sifat riya juga tumbuh pada jiwa orang yang memiliki harta, sifat tersebut dapat merubah seseorang menjadi kikir. Zakat dan sedekah yang ditunaikan acap kali diwarnai sifat riya. Tidak ada zakat dan sedekah baginya, kecuali hasrat dipuji dan disanjung. Ciri-ciri orang semacam itu, saat memberi selalu disertai kata-kata yang menyakitkan hati si penerima. Cara menghitung zakat harta, zakat infak, zakat fitrah dan zakat lainnya, cenderung menyimpang dari ketetapkan syari'at Islam. Orang yang menafkahkan hartanya karena riya, bukan termasuk golongan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Bahkan mereka termasuk golongan orang yang merugi. Karena mereka telah mengambil setan-setan dari jenis manusia sebagai temannya. Padahal setan adalah seburuk-buruk teman bagi manusia. “Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknyaE (An Nisaa': 38).
.
Riya saat ibadah “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan AllahE Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. (Al Anfaal: 47). Kemurahan Allah tercurah pada setiap orang yang mengamalkan ibadah. Apapun yang diniatkan dalam melaksanakan ibadah, niscaya akan dapat hasilnya sesuai dengan niatannya. Sebagaimana Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang beramal karena ingin didengar (cari popularitas), maka Allah akan mendengarkannya. Dan barangsiapa yang beramal karena ingin dilihat (mencari puji dan penghormatan), maka Allah akan memperlihatkannya.E (HR. Muslim bersumber dari Ibnu ’Abbas. ra.) “Dan sesungguhnya bagi setiap amal manusia akan mendapatkan apa yang diniatkan". (HR. Bukhari bersumber dari Umar bin Khaththab ra.)
.
Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan dengan susah payah. Sifat riya juga dapat tumbuh subur di lingkungan santri, dengan mengajak berangan-angan menjadi ulama besar dan terhormat yang disegani masyarakat. Bukan bercita-cita menjadi hamba Allah yang shaleh, tetapi cenderung menginginkan kemuliaan di dunia dan kemegahan derajat. Begitu pula di kalangan ahli zikir, sifat riya tumbuh dengan lintasan jiwa ingin meraih aura ruhani, sehingga mampu mengelabui di setiap desah zikirnya. Bahkan jiwanya akan membujuk hati untuk mempercepat zikir bahkan menuntut keistimewaan atau “karomahE Bagi ahli zikir, tak ada hijab yang menjelma syirik, kecuali riya'. Karena itu ikhlaskan niat agar benar-benar bersih dari noda syirik. “Aku tidak butuh sekutu dalam segala-galanya. Karena itu barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan, lalu dia menyekutukan-Ku dalam amalnya itu dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan amalnya itu padanya dan pada sekutunya. (Hadis Riwayat Muslim. Dari Abu Hurairah ra).
.
Penawar sifat riya Penawar sifat riya sesungguhnya ada pada diri orang yang bersangkutan. Yaitu dengan menyingkirkan segala keinginan yang bersifat duniawi maupun ruhani, karena semua itu hanyalah hiasan bagi orang yang sedang menuju Allah. ”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadanya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus" (Al Bayyinah: 5). Maka satu-satunya jalan menuju keselamatan hati adalah mawas diri, dan mengikis habis sifat-sifat tercela terutama riya. Tentu dengan cara senantiasa melatih dan meningkatkan kadar keimanan. ”Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.E(Al Anfaal: 47).
.
Merupakan karakter dasar manusia yang selalu ingin dipuji dan dihormati, sehingga riya berkembang dalam diri. Namun bagi orang yang memiliki kesadaran diri, kesadaran spiritual, dan keimanan yang baik yang menyadari bahwa hanya Allah yang berhak dipuji dan menerima pujian dari setiap makhluk. Hanya Dia-lah Dzat yang patut dipuji. Apabila hasrat ingin dipuji muncul di dalam hati dan sulit dikendalikan maka ingatlah kepada Allah swt. dan tumbuhkan niat ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. Barangsiapa yang hendak meraih kemuliaan dan kebesaran Tuhannya di dunia maupun di akhirat, beramallah dengan amalan-amalan yang baik (shaleh) dengan memurnikan akidahnya dalam beribadah kepadaNya, dan tidak syirik dengan sesuatu apapun. Allah adalah Dzat yang Esa, maka Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang mengesakan niatnya dalam melaksanakan amal ibadah yang diserukan-Nya. Itu sebagai tanda bersih hatinya dari sifat riya. Jika hati tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik. "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (An Nisaa': 48)
.
Kalam Hikmah :
.
1. Setiap manusia mempunyai kecenderungan ingin dipuji, dan keinginan itu merupakan proses pembentukan riya dalam diri seseorang.
.
2. Jika hati tidak bersih dari sifat tersebut, maka riya akan menjelma jadi syirik.
.
3. Mengapa harus mencari pujian dan sanjungan dari makhluk. Bukankah setiap perbuatan yang bersifat baik dan terpuji, dengan sendirinya pasti terpuji dan tersanjung.
.
4. Riya akan menghanguskan semua amal ibadah yang telah dilakukan dengan susah payah.
.
.
Dikutip dari Majalah "KASYAF"

Wednesday, April 05, 2006

Sabar bersama Allah

Syeikh Abul Qasim al-Qusyairy
.
Allah swt. berfirman:"Bersabarlah, dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah." (Q.s. An Nahl: 127).Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Aisyah menuturkan hadis berikut ini dari Rasulullah saw. yang bersabda:"Sabar (yang sebenarnya) itu adalah pada saat menghadapi cobaan yang pertama." (H.r. Bukhari, Tirmidzi dan Nasa'i).
.
Kemudian sabar dibagi dalam beberapa macam: Sabar terhadap apa yang diupayakan, dan sabar terhadap apa yang tanpa diupayakan. Mengenai sabar dengan upaya, terbagi menjadi dua: Sabar dalam menjalankan perintah Allah dan sabar dalam menjauhi larangan Nya. Mengenai sabar terhadap hal hal yang tidak melalui upaya dari si hamba, maka kesabarannya adalah dalam menjalani ketentuan Allah yang menimbulkan kesukaran baginya.
.
Al-Junaid menegaskan, "Perjalanan dari dunia ke akhirat adalah mudah bagi orang beriman, tetapi hijrahnya di sisi Allah swt. adalah sulit. Dan perjalanan dari diri sendiri menuju Allah swt. adalah sangat sulit, tetapi yang lebih sulit lagi adalah bersabar bersama Allah swt."Ketika ditanya tentang sabar, al-Junaid menjawab, "Sabar adalah meneguk kepahitan tanpa wajah cemberut.
.
"Ali bin Abu Thalib r.a. mengatakan, "Hubungan antara sabar dengan iman adalah seperti hubungan antara kepala dengan badan."Abul Qasim al Hakim menjelaskan, "Firman Allah swt, 'Dan bersabarlah,' adalah perintah untuk beribadat, dan firman Nya, 'Dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah,' (Q.s. An Nahl: 127) adalah untuk ubudiyah. Barangsiapa naik dari derajat 'bagi Mu' menuju derajat 'dengan Mu', maka ia telah beralih dari derajat ibadat ke ubudiyah.
.
Rasulullah saw. bersabda: "Dengan Mu aku hidup dan dengan Mu aku mati'."Abu Sulaiman tentang sabar, dan ia mengatakan, "Demi Allah, kita tidak dapat bersabar dengan apa yang kita sukai, jadi bagaimana pula halnya dengan apa yang tidak kita sukai?"Dzun Nuun berkata, "Sabar adalah menjauhi pelanggaran dan tetap bersikap rela sementara merasakan sakitnya penderitaan, dan sabar juga menampakkan kekayaannya ketika ditimpa kemiskinan di lapangan kehidupan."Ibnu Atha' berkata, "Sabar adalah tetap tabah dalam malapetaka dengan perilaku adab." Dikatakan, "Sabar adalah fana jiwa dalam cobaan, tanpa keluhan."Abu Utsman berkomentar, "Orang yang paling sabar adalah yang terbiasa dalam kesengsaraan yang menimpa dirinya." Dikatakan, "Sabar adalah menjalani cobaan dengan sikap yang sama seperti menghadapi kenikmatan."Abu Utsman juga berkata, "Pahala yang paling besar bagi amal ibadat adalah pahala untuk kesabaran. Tidak ada pahala lain yang melebihinya. Allah swt. berjanji, "Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan". (Q.s. An Nahl: 96)."Amru bin Utsman mengatakan, "Sabar adalah berlaku teguh terhadap Allah swt. dan menerima cobaan cobaan Nya dengan sikap lapang dada dan tenang."Al Khawwas menjelaskan, "Sabar adalah menetapi ketentuan ketentuan Kitabullah dan Sunnah Rasul."Yahya bin Mu'adz mengatakan, "Sabar para pecinta adalah lebih besar daripada sabar orang zuhud. Betapa mengagumkan, bagaima mereka bersabar?"Mereka telah menyenandungkan:Kesabaran begitu indah di mana saja,Kecuali kepadamu,sabarmu tidaklah indah.Ruwaym berkata, "Sabar adalah meninggalkan keluh kesah."Dzun Nuun berkata, "Sabar adalah meminta pertolongan kepada Allah swt."Syeikh Abu Ali ad Daqqaq mengatakan, "Sabar adalah seperti namanya. " Syeikh Abu Abdurrahman melantunkan syair kepada saya, dari Abu Bakr ar Razy, dari syair Ibnu Atha':Aku akan bersabar untuk ridha Mu,sedang rindu menghancurkan diriku.Cukuplah bagiku bahwa Engkau ridha,meskipun diriku hancur karena sabarku.Abu Abdullah bin Khafif mengatakan, "Sabar ada tiga macam: Sabar orang yang berjuang untuk bersabar (mutashabbir), sabar orang yang sabar (shabir) dan sabarnya orang yang sangat sabar (shabbaar)."Ali bin Abu Thalib r.a. berkata, "Sabar adalah gunung yang tak pernah terguling."Ali bin Abdullah al Bashry menuturkan, "Seorang laki laki datang kepada asy Syibly dan bertanya, 'Sabar macam manakah yang tersulit bagi orang bersabar?' Ia menjawab, 'yaitu sabar terhadap Allah swt.' Tetapi orang itu menyanggah, 'Bukan!' Asy Syibly menyarankan, 'Sabar untuk Allah.' Orang itu menyanggah lagi, 'Bukan!' Asy Syibly menjawab, 'Sabar bersama Allah.' Sekali lagi orang itu menyanggah, 'Bukan!' Asy Syibly bertanya, 'Lantas, sabar yang mana?' Orang itu menjawab, 'Sabar berjauhan dengan Allah.' Mendengar jawaban itu asy-Syibly berteriak sedemikian rupa sehingga nyaris ruhnya melayang'."Abu Muhammad Ahmad al Jurairy menjelaskan, "Sabar tidaklah membedakan keadaan bahagia atau menderita, disertai dengan ketentraman pikiran dalam keduanya. Bersikap sabar adalah mengalami kedamaian ketika menerima cobaan, meskipun dengan adanya kesadaran akan beban penderitaan."Salah seorang Sufi menyenandungkan:Aku bersabar dan aku belum melihat kehendak Mu atas sabarkuDan kusembunyikan petaka yang Kau kenakan pada diriku, di tempat sabar. Takut bahwa hatiku akan menge1uh tentang deritaku. sampai air mataku mengalir, penuh rahasia Dan aku tak tahu.Syeikh Abu Ali ad Daqqaq berkomentar, "Orang yang sabar akan mencapai derajat yang tinggi di dunia dan di akhirat, sebab mereka telah mendapat derajat 'kesertaan' di sisi Allah swt. sebagaimana firman Nya, "Sesungguhnya Allah beserta orang orang yang sabar." (Q.s. Al Anfal: 46). Dikatakan mengenai arti firman Allah swt, "Hai orang orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan katakanlah (dirimu kepada Allah)." (Q.s. Ali 1mran: 200), bahwa sabar (shabr) adalah berada di bawah tahap berteguh hati dalam kesabaran (mushaabarah) dan di bawah tahap mengaitkan diri kepada Allah (muraabathah)." Dikatakan juga, 'Bersabarlah' dengan dirimu dalam taat kepada Allah swt, 'Berteguhlah dalam kesabaran' dengan hatimu dalam menghadapi cobaan cobaan yang berkaitan dengan Allah swt. dan 'kaitkanlah' jiwamu terhadap kerinduan kepada Allah swt. Juga dikatakan, 'Bersabarlah' kepada Allah, 'berteguhlah dalam kesabaran' dengan Allah, dan 'kaitkanlah' jiwamu dengan Allah!"Dikatakan bahwa Allah swt. mewahyukan kepada Daud as, "Berakhlaklah dengan Akhlak Ku. Diantaranya adalah bahwa Aku adalah Yang Maha Penyabar."Dikatakan, "Seraplah kesabaran. Jika ia membunuhmu, engkau akan mati sebagai syahid. Jika ia menghidupimu, maka engkau akan hidup sebagai seorang yang mulia."Dikatakan juga, "Kesabaran untuk Allah adalah kesukaran, sabar dengan Allah adalah baqa', sabar jauh di dalam Allah adalah cobaan, dan sabar jauh dari Allah adalah sangat hampa."Para Sufi bersyair:Kesabaran berjauhan dengan Mu tercela akibatnya, Namun terpujilah segala kesabaran yang lain.Mereka juga membacakan:Bagaimana sabar, orang yang lepas dari Ku laksana utara dan selatan, Ketika orang orang bermain main di segala hal Aku melihat cinta bermain dengan orang orang itu.Dikatakan, "Sabar dalam mencari pemenuhan hidup adalah tanda kemenangan, dan sabar dalam kesukaran adalah tanda keselamatan."Dikatakan, "Bersikap teguh dalam kesabaran adalah sabar dalam bersabar, sampai kesabaran tenggelam dalam kesabaran dan kesabaran berputus asa dari kesabaran, sebagaimana dikatakan syair:Sabar orang yang, sabar hingga kesabaran meminta pertolongan kepadanya.Sang pecinta berseru kepada kesabaran, 'Sabarlah'!"Suatu ketika Syibly sedang ditahan di rumah sakit jiwa, dan sekelompok orang datang menjenguknya. Ia bertanya, "Siapa kalian ini?" Mereka menjawab, "Kami adalah sahabat sahabat tercintamu yang datang untuk mengunjungmu." Maka Syibly lalu mulai melempari mereka dengan batu hingga mereka pun berlarian. Ia berteriak, "Wahai para pendusta jika kalian memang sahabat sahabatku, niscaya kalian akan sabar ketika aku diuji"."Dalam suatu riwayat disebutkan, "Demi Penglihatan Ku, apa yang dipikul oleh mereka yang memikul beban demi Aku, adalah dalam penglihatan Ku."Allah swt. berfirman: "Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami." (Q.s. AthThuur: 48).Salah seorang Sufi mengabarkan, "Aku sedang berada di Mekkah - semoga Allah swt. menjaganya - dan kulihat seorang fakir sedang melakukan thawaf. Ia mengeluarkan selembar kertas dari saku bajunya, melihatnya, kemudian meneruskan thawafnya. Hari berikutnya kulihat la melakukan hal yang sama. Aku memperhatikannya selama beberapa hari, dan ia terus berbuat demikian. Lalu pada suatu hari ia berjalan mengelilingi Ka'bah, melihat kertas itu, mundur beberapa langkah, kemudian jatuh dan mati. Aku mengambil kertas yang ada di sakunya, dan di dalamnya tertulis, 'Dan bersabarlah menunggu ketetapan Tuhanmu, karena sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami'."Sebagian Sufi berkata, "Aku masuk ke negeri India dan aku melihat seorang pemuda bermata satu, yang dijuluki orang 'Si Fulan yang Sabar'. Ketika aku bertanya tentangnya, orang mengatakan kepadaku, 'Semasa muda, seorang sahabatnya berangkat untuk bepergian jauh. Ketika sahabatnya itu berpamitan, meneteslah air mata dari salah satu kelopak matanya, namun kelopak matanya yang sebelah lagi tidak. Ia katakan kepada bola matanya yang tidak menangis itu, 'Mengapa engkau tidak menangis atas keberangkatan sahabatku? Engkau kularang melihat dunia ini!' Lalu ditutupnya matanya itu, dan selama enampuluh tahun belum pernah dibukanya."Dikatakan tentang firman Allah swt, "Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik," (Q.s. AI Ma'arij: 5), bahwa "sabar yang baik" itu adalah sabar yang mencegah diketahuinya korban yang terkena penderitaan.Umar bin Khaththab r.a. berkata, "Seandainya kesabaran dan syukur itu adalah dua ekor unta, bagiku akan sama saja mana yang akan kukendarai."Ketika terkena cobaan, Ibnu Syabramah semoga Allah swt. merahmatinya biasa mengatakan, "Semua ini hanyalah awan," dan cobaan itu akan berlalu.Ketika Rasulullah saw. ditanya tentang iman, beliau menjelaskan: "(Iman) adalah keteguhan hati dalam bersabar dan bersikap murah hati." (H.r. Abu Ya'la dan Baihaqi).As Sary ditanya tentang sabar, dan ia mulai berbicara. Lalu seekor kalajengking merayap ke kakinya dan menyengatnya beberapa kali, namun ia sama sekali tidak bergeming. Seseorang bertanya kepadanya, "Mengapa engkau tidak mencampakkannya?" Ia menjawab, "Aku malu kepada Allah swt. untuk berbicara tentang sabar sedang aku sendiri tidak bersabar."Dalam sebuah hadis dikatakan, "Orang orang miskin yang sabar akan bersama di majelis Allah swt. dihari Kebangkitan."Allah swt. mewahyukan kepada salah seorang Nabi Nya, "Aku menurunkan cobaan kepada hamba Ku, lalu ia berdoa kepada Ku. Tetapi aku menangguhkan doanya dan ia mengeluh kepada Ku. Maka Aku lalu bertanya, 'Wahai hamba Ku, bagaimana Aku mengasihimu dari suatu yang dengannya Aku mengasihimu?"Ibnu 'Uyaynah berkomentar mengenai arti firman Allah swt, "Dan Kami jadikan diantara mereka itu pemimpin pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar," (Q.s. As Sajdah: 24), bahwa artinya adalah, "Karena mereka memahami kepedulian pokok persoalan, maka Kami angkat mereka sebagai pemimpin."Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad Daqqaq mengatakan, "Kondisi bersabar adalah jika engkau tidak berkeberatan terhadap apa yang telah ditetapkan (takdir), sedangkan menampakkan cobaan tanpa rnengeluh, maka hal ini tidaklah menghilangkan sabar. Allah swt. berfirman dalam kisah Nabi Ayyub as, "Sesungguhnya Kami dapati ia seorang yang sabar. Dialah sebaik baik hamba. Sesungguhnya ia senantiasa berpaling (kepada Kami)." (Q.s. Shaad: 44). Allah memfirmankan ini meskipun Ayyub berkata, "Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit." (Q.s. AI Anbiya': 83)." Dan saya mendengar beliau mengatakan, 'Allah menyebutkan ucapan Ayyub ini agar ucapan tersebut menjadi jalan ke luar bagi orang orang yang lemah di antara ummat lni'."Salah seorang Sufi mengatakan, Allah swt. berfirman, "Sesungguhnya Kami dapati ia seorang yang sabar (shabir)". Dia tidak berfirman, "yang paling sabar (shabur)," sebab Ayyub tidaklah sabar sepanjang waktu. Sebaliknya, terkadang beliau merasa senang terhadap cobaan yang menimpa dirinya dan mendapati cobaan tersebut menyenangkan. Pada saat menyenangi cobaan tersebut, beliau bukanlah orang yang sabar; karena itu Allah tidak menyebutkan, yang paling sabar".Syeikh Abu Ali ad Daqqaq menegaskan, "Hakikat sabar adalah jika si hamba keluar dari cobaan dalam keadaan seperti ketika memasukinya, sebagaimana dikatakan oleh Ayyub as. pada akhir cobaan yang menimpa diri beliau, 'Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua Yang menyayangi.' Ayyub memperlihatkan sikap berbicara yang layak dengan ucapannya, 'Dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua yang menyayangi,' tetapi beliau tidak berkata secara jelas, dengan kata kata, 'Limpahkanlah kasih sayang-Mu kepadaku'."Sabar ada dua macam: Sabar para ahli lbadat (abidin) dan sabar Para pecinta (muhibbin). Mengenai sabar para ahli ibadat, adalah lebih baik jika sabar macam ini dipelihara. Mengenai sabar para pecinta sebaiknya ditinggalkan. Tentang makna kata kata ini, para Sufi membacakan syair berikut: Di Hari Perpisahan, bahwa keputusaiiiiya Untuk bersabar adalah satu di antara dua sangkaan-sangkaan dan dusta dusta.Mengenai arti syair ini, saya telah mendengar Syeikh Abu Ali menuturkan, "Yaqub as. telah menyiapkan dirinya untuk bersabar. Karenanya, beliau lalu mengatakan, 'Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku).' Artinya, 'Sikapku adalah bersabar dengan sabar yang baik.' Namun belum sampai malam tiba, beliau sudah mengatakan, 'Aduhai duka citaku terhadap Yusuf!' (Q.s. Yusuf . 84