Friday, February 25, 2005

Bulletin No: 007

Buletin Jum’at
AL IKHLAS

Nomor: 007/II/2005 16 Muharram 1426 H

Ikhlas - Tempat Persinggahan Iyyaka Na'budu Wa Iyyaka Nasta'in

Pengantar:
Dalam kitab Madarijus Salikin, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah menyebutkan tempat-tempat persinggahan Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in diantaranya adalah ikhlas.

Sehubungan dengan tempat persinggahan ikhlas ini Allah telah berfirman di dalam Al-Qur'an, (artinya):
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (Al-Bayyinah: 5)

"Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3)
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya." (Al-Mulk: 2)
Al-Fudhail berkata, "Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang paling ikhlas dan paling benar.”
Orang-orang bertanya, "Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu?”
Dia menjawab, "Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima, hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar ialah yang dikerjakan menurut As-Sunnah." Kemudian ia membaca ayat, (artinya):

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya." (Al-Kahfi: 110)
Allah juga berfirman, (artinya):"Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?" (An-Nisa': 125)
Menyerahkan diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Sunnah beliau.
Allah juga berfirman, (artinya):"Dan, Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan." (Al-Furqan:23)
Amal yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-Sunnah atau dimaksudkan bukan karena Allah. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, "Sesungguhnya sekali-kali engkau tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatu amal untuk mencari Wajah Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajad dan ketinggian karenanya.” Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,(artinya):"Tiga perkara, yang hati orang mukmin tidak akan berkhianat jika ada padanya: Amal yang ikhlas karena Allah, menyampaikan nasihat kepada para waliyul-amri dan mengikuti jama'ah orang-orang Muslim karena doa mereka meliputi dari arah belakang mereka." (HR. At-Thirmidzi dan Ahmad)
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang berperang karena riya', berperang karena keberanian dan berperang karena kesetiaan, manakah diantaranya yang ada di jalan Allah? Maka beliau menjawab, "Orang yang berperang agar kalimat Allah lah yang paling tinggi, maka dia berada di jalan Allah.Beliau juga mengabarkan tiga golongan orang yang pertama-tama diperintahkan untuk merasakan api neraka, yaitu qari' Al-Qur'an, mujahid dan orang yang menshadaqahkan hartanya; mereka melakukannya agar dikatakan, "Fulan adalah qari', fulan adalah pemberani, Fulan adalah orang yang bershadaqah", yang amal-amal mereka tidak ikhlas karena Allah.

Di dalam hadits qudsi yang shahih disebutkan; "Allah berfirman, 'Aku adalah yang paling tidak membutuhkan persekutuan dari sekutu-sekutu yang ada. Barangsiapa mengerjakan suatu amal, yang di dalamnya ia menyekutukan selain-Ku, maka dia menjadi milik yang dia sekutukan, dan Aku terbebas darinya'." (HR. Muslim)
Di dalam hadits lain disebutkan; "Allah berfirman pada hari kiamat, 'Pergilah lalu ambillah pahalamu dari orang yang amalanmu kamu tujukan. Kamu tidak mempunyai pahala di sisi Kami'." Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:"Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh kalian dan tidak pula rupa kalian, tetapi Dia melihat hati kalian." (HR. Muslim)
Banyak difinisi yang diberikan kepada kata ikhlas dan shidq, namun tujuannya sama. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagai tujuan dalam ketaatan. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya membersihkan perbuatan dari perhatian manusia, termasuk pula diri sendiri. Sedangkan shidq artinya menjaga amal dari perhatian diri sendiri saja. Orang yang ikhlas tidak riya' dan orang yang shidq tidak ujub. Ikhlas tidak bisa sempurna kecuali shidq, dan shidq tidak bisa sempurna kecuali dengan ikhlas, dan keduanya tidak sempurna kecuali dengan.sabar.
Al-Fudhail berkata, "Meninggalkan amal karena manusia adalah riya', Mengerjakan amal karena manusia adalah syirik. Sedangkan ikhlas ialah jika Allah memberikan anugerah kepadamu untuk meninggalkan keduanya."
Al-Junaid berkata, "Ikhlas merupakan rahasia antara Allah dan hamba, yang tidak diketahui kecuali oleh malaikat sehingga dia menulis-nya, tidak diketahui syetan sehingga dia merusaknya dan tidak pula diketahui hawa nafsu sehingga dia mencondongkannya."Yusuf bin Al-Husain berkata. "Sesuatu yang paling mulia di dunia adalah ikhlas. Berapa banyak aku mengenyahkan riya' dari hatiku, tapi seakan-akan ia tumbuh dalam rupa yang lain."
Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Ikhlas artinya membersihkan amal dari segala campuran." Dengan kata lain, amal itu tidak dicampuri sesuatu yang mengotorinya karena kehendak-kehendak nafsu, entah karena ingin memperlihatkan amal itu tampak indah di mata orang-orang, mencari pujian, tidak ingin dicela, mencari pengagungan dan sanjungan, karena ingin mendapatkan harta dari mereka atau pun alasan-alasan lain yang berupa cela dan cacat, yang secara keseluruhan dapat disatukan sebagai kehendak untuk selain Allah, apa pun dan siapa pun."
Tata Cara Sujud Syahwi

Sujud syahwi adalah sujud yang dilakukan karena lalai dalam menjalankan salah satu tindakan shalat, misalnya lupa melakukan tasyahud awal, atau ragu-ragu dalam jumlah rakaat shalat, atau . Dalam sebuah hadist Rasulullah s.a.w. bersabda "Kalau kalian ragu dalam salat, maka ambil yang engkau yakini, dan sempurnakanlah, kemudian lanjutkan sampai salam lalu bersujudlah dua kali" (riwayat Ibnu Mas'ud H.R. Ashab Sunan). Dalam hadist lain dikatakan "Kalau kalian lupa, maka bersujudlah". Riwayat Muslim mengatakan "Kalau seseorang menambahkan sesuatu atau mengurangi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaknya ia bersujud dua kali".Sujud syahwi dilakukan baik dalam salat berjamaah maupun sendiri, namun dalam berjamaah ma'mum tidak boleh melakukan sujud sahwi bila imam tidak melakukannya, karena berjamaah harus mengikuti imam.Cara melakukan sujud syahwi adalah seperti sujud biasa, dua kali. Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat sujud syahwi.Hanafi mengatakan setelah salam pertama kemudian dilanjutkan dengan membaca tasyahud lagi baru setelah itu melakukan sujud..dua.kali.Syafi'ie mengatakan sujud syahwi dilakukan sebelum (menjelang) salam setelah membaca tasyahud.Maliki mengatakan sujud syahwi dilakukan sebelum salam bila disebabkan karena kekurangan dalam melaksanakan amalan shalat, dan setelah salam bila disebabkan oleh kelebihan dalam menjalankan amalan salat.Hanbali mengatakan boleh memilih mana yang disukai antara sebelum dan sesudah salam, namun yang lebih utama adalah sebelum..salam.Semua pendapat mempunyai landasan hadist yang kuat. Sedangkan Bacaan sujud syahwi adalah "Subhaana man laa yanaamu walaa yashuu”
Hukum sujud syahwi sunat menurut mayoritas ulama dan wajib menurut pendapat Hanafi.

Friday, February 04, 2005

Bulletin No: 006

Buletin Jum’at
AL IKHLAS

Nomor: 006/II/2005 24 Zulhijjah 1425 H

Ibadah dan Isti’anah

"Hanya kepada-Mulah kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan.".(Al-Fatihah:5)
"Hanya kepada-Mulah kami beribadah" inilah yang dimaksud dengan ibadah. "Dan, hanya kepada-Mulah kami memohon pertolongan" inilah yang dimaksud dengan isti'anah.
Ibadah adalah satu ungkapan akumulasi kesempurnaan terhadap dua hal; puncak kecintaan dan puncak ketundukan.Untuk memahami hal ini marilah kita lihat ilustrasi berikut. Seorang ayah atau ibu sudah pasti ia mencintai anaknya. Tapi, keduanya tidak tunduk dan patuh kepada anak tersebut. Bahkan terkadang, beberapa kemauan anak dicegah demi kebaikannya. Maka, kedua orang tua tersebut tidak beribadah kepada anaknya. Hal ini karena tidak ada unsur ketundukan, meskipun disana ada..unsur..kecintaan.Begitu pula dengan seorang budak. Ia akan selalu tunduk kepada tuannya dan melaksanakan apa yang diperintahkan olehnya. Tetapi ketundukan dia bukanlah wujud dari rasa kecintaan dirinya kepadatuannya. Jadi, yang dimaksud dengan ibadah adalah ungkapan akumulasi kesempurnaan dari kecintaan dan juga ketundukan.Adapun yang dimaksud dengan isti'anah (memohon pertolongan) adalah ungkapan akumulasi kesempurnaan terhadap dua hal; tsiqqoh (percaya) kepada Allah SWT dan i'timad (bersandar penuh) kepada-Nya.Karena faktor kebutuhan, terkadang seseorang menyandarkan suatu urusan kepada yang lain, walaupun ia tidak percaya kepadanya. Sebaliknya, karena tidak membutuhkan, bisa saja seseorang percayakepada yang lain, tetapi tidak bersandar kepadanya. Terlepas dari itu semua, adakah manusia yang tidak membutuhkan Allah SWT, Dzat Yang Maha Mampu atas segalanya, yang mengatur alam dan seisinya? Kalaulah ada orang yang tidak tsiqqah kepada Allah Azza wa Jalla pastilah ia seorang kafir.Apabila kita perhatikan ayat diatas, maka kita dapatkan bahwa ibadah lebih didahulukan daripada isti'anah. Menurut Ibnul Qoyyim al-Jauziyah rahimakumullah hal ini karena beberapa.hal:Karena ibadah adalah tujuan sementara isti'anah adalah wasilah (sarana). Ibadah adalah tujuan diciptakannya hamba, sementara isti'anah adalah wasilah untuk mencapai tujuan itu.Karena isti'anah adalah bagian dari ibadah & bukan..sebaliknya.Karena ibadah tidak akan muncul kecuali dari orang yang ikhlas. Sedangkan isti'anah bisa muncul, baik dari hamba yang ikhlas maupun yang tidak.

Karena ibadah bisa dikatakan ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah Allah berikan, sedangkan i'aanah (pertolongan) adalah perbuatan dan taufiq Allah.Karena ibadah dipagari dengan dua macam pertolongan, yaitu pertolongan untuk bisa beriltizam dan menegakkannya, sertapertolongan- setelah ibadah, yaitu untuk bisa melaksanakan bentuk ibadah yang lain dan bisa konsisten menjalankannya, sampai ajaldatang.Ibnul Qayyim juga menyebutkan bahwa ungkapan lain dari isti'anah adalah rasa tawakkal. Begitu pentingnya ibadah dan isti'anah (tawakal) ini, sehingga beberapa kali Allah SWT menyebutkannya secara bersamaan. Diantaranya adalah firman Allah SWT sebagai berikut: "Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dankepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka ibadahilah Dia dan bertakwalah kepadanya." (QS. Huud: 123)"Ya Robb kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali." (Al-Mumtahanah: 4)"Dialah Rabbku tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia; hanya kepadaNya aku bertawakal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat." (QS. Ar-Ro'du: 30)Dalam beribadah dan beristi'anah, manusia terbagi menjadi empat golongan. Golongan yang paling afdal yaitu ahli ibadah sekaligus ahli isti'anah. Bagi kelompok ini ibadah kepada Allah SWT adalah terminal akhir mereka. Untuk itu, mereka meminta pertolongan kepada Allah SWT agar membantu mereka terhadap hal ini dan memberikan taufik untuk melaksanakannya. Oleh sebab itu, termasuk doa yang afdal untuk diucapkan adalah doa agar diberi pertolongan (i'anah) dalam beribadah kepada-Nya.Rasulullah mengajarkan sebuah doa kepada Mua'adz bin Jabal r.a. beliau bersabda yang artinya, "Wahai Mu'adz demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Dan janganlah kamu lupa setiap penghujung salat untuk membaca, "Ya Allah, berikanlah i'anah kepadaku untuk berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu." (HR AbuDawud, Ahmad dan al-Hakim).Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Aku perhatikan seluruh doa, ternyata yang paling bermanfaat adalah doa meminta pertolongan untuk mendapatkan ridho-Nya. Kemudian aku melihat dalam surat al-Fatihah, ternyata ia adalah iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin.Kelompok kedua adalah mereka yang berpaling dari ibadah dan isti'anah. Kalaupun ada diantara mereka yang beribadah atau beristi'anah, hal itu dilakukan hanyalah dalam rangka memenuhi syahwat atau kebutuhannya. Bukan atas dasar ridho kepada Allah 'Azza wa Jalla atau memenuhi hak-hakNya. Dan, Allah banyak mengabulkan segala permintaan hamba-hambaNya termasuk iblis. Namun,karena permintaannya bukan untuk menggapai ridho Allah, maka pengabulan dan pemberian Allah ini hanya akan menambah kesengsaraan dan jauhnya dirinya dari ALlah 'Azza wa Jalla. Dan demikianlah yang akan terjadi, kepada semua saja yang meminta pertolongan kepada Allah 'Azza wa Jalla untuk suatu perkara yang bukan dalam rangka menggapai ridho-Nya.Allah SWT menyangkal pendapat orang yang memastikan bahwa lapangnya rezeki merupakan ikrom (pemuliaan ) dariNya, dan kefakiran adalah ihanah(penghinaan). Allah SWT menjelaskan bahwa ikram dan ihanahtidaklah didasarkan kepada banyaknya harta, lapangnya rezeki atau kefakiran. Terkadang, Allah SWT melapangkan rezeki bagi orang kafir dan sebaliknya tidak memberikannya kepada orang mukimn. Tentu, itu bukanlah suatu kemuliaan bagi orang kafir dan kehinaan bagi orang mukmin.
Sesungguhnya Allah SWT hanya memuliakan orang-orang yg memuliakanNya dengan mengenal-Nya, cinta kepada-Nya dan mentaatiNya. Dan, Allah SWT hanya menghinakan orang-orang yg menghinakanNya, yakni orang-orang yg berpaling dariNya atau bermaksiat kepada-Nya.Sesungguhnya kemuliaan yang hakiki berporos kepada intensitas seseorang dalam mengejawantahkan Iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin (Hanya kepada-Mulah kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kamimeminta..pertolongan).Kelompok yang ketiga adalah golongan yang hanya beribadah, tanpa meminta pertolongan (isti'anah) kepada Allah 'Azza wa Jalla. Mereka beranggapan bahwa ibadah yang mereka kerjakan sudah cukup untukdijadikan bekal safar ke negeri akhirat. Mereka lupa bahwa ada dua hal yang pasti, su'ul khaatimah dan khusnul khaatimah. Tanpa pertolongan dan rahmat dari Allah SWT, seorang muslim bisa saja (bahkan pasti) mengalami futur (stagnasi/mandeg) dalam beramal, lalu berkelanjutan dan berakhir dengan kekafiran yang mengekalkannya tinggal di neraka.
Kelompok yang ketiga ini masih termasuk golongan kaum muslimin, karena ibadah mereka, , hanya saja ada nila kurang. Duhai, andaikan mereka mau beristi'anah dan bertawakkal.Kelompok keempat adalah mereka yang mengerti betul bahwa hanya Allah yang bisa mendatangkan dan mencegah manfaat atau madharat(bahaya). Mereka juga tahu bahwa apa saja yang menjadi kehendak-Nya pastiterjadi. Namun demikian, mereka tidak mau menghiasi diri dengan hal-hal yang dicintai dan diridhoi Allah 'Azza wa Jalla. Kalaupun mereka bertawakal dan beristi'anah, hal itu mereka lakukan sebatas memenuh syahwat dan ambisinya.Satu hal yang harus kita fahami bahwa kekuasan, pangkat, pengaruh dan harta tidaklah Allah khususkan bagi orang-orang yang saleh saja. orang-orang faajir atau maksiat pun mendapat bagian. Tetapi sekalilagi, itu bukanlah ukuran untuk dijadikan jaminan menjadi wali atau kekasih Allah SWT.
Wallahu a'lam bish showaab.